Rabu, 07 April 2010

laporan Amphibia_046

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada sistematika atau taksonomi ada tiga pekerjaan yang biasa dilakukan, yaitu identifikasi, klasifikasi, dan pengamatan evolusi. Identifikasi merupakan pengenalan dan deskripsi yang teliti dan tepat terhadap suatu jenis/spesies yang selanjutnya diberi nama ilmiahnya sehingga diakui oleh para ahli diseluruh dunia. Klasifikasi adalah suatu kegiatan pembentukan kelompok-kelompok makhluk hidup dengan cara memberi keseragaman ciri/sifat di dalam keanekaragaman ciri yang ada pada makhluk hidup tersebut. Oleh karena itu dengan morfologi tubuh makhluk hidup yang berbeda satu sama lainnya, kita memerlukan pengklasifikasian agar kita lebih mudah memahami dan mempelajari keanekaragaman makhluk hidup tersebut (Soesono, 1968).

Untuk mendukung pengetahuan tentang klasifikasi dan taksonomi diperlukan adanya identifikasi dari berbagai parameter morfologi dari bentuk tubuh amphibi. Dengan melihat morfologi ikan kita dapat mengelompokkan ikan/hewan air. Sistem atau cara pengelompokan ini dikenal dengan istilah sistematika atau taksonomi.

Oleh karena itu, dalam praktikum amphibi ini kita membutuhkan pengetahuan tentang taksonomi dan proses-prosesnya seperti pembuatan klasifikasi dan identifikasi sehingga kita bisa memahami dan menyelesaikan pengamatan objek praktikum dengan baik. Karena Keanekaragaman dari amphibi merupakan aset nasional yang perlu diinventarisasikan jenis dan keberadaannya, distribusinya serta sifat-sifat hidupnya. (Soesono, 1968).

1.2 Tujuan

Tujuan dari praktikum morfologi dan kunci determinasi amphibia ini adalah untuk mengetahui dan melihat morfologi serta membuat kunci determinasi kelas amphibia.

1.3 Tinjauan Pustaka

Amphibia umumnya didefinisikan sebagai hewan bertulang belakang (vertebrata) yang hidup didua alam yakni di air dan di daratan. Amfibia bertelur di air atau menyimpan telurnya ditempat yang lembab dan basah. Ketika menetas larvanya yang dinamakan berudu hidup di air atau tempat basah tersebut dan bernafas dengan insang. Setelah beberapa lama, berudu kemudian berubah bentuk (bermetamorfosa) menjadi hewan dewasa, yang umumnya hidup di daratan atau di tempat-tempat yang lebih kering dan bernapas dengan paru-paru (Djuanda, 1982).

Ampibia mempunyai ciri-ciri yaitu tubuh diselubungi kulit yang berlendir, merupakan hewan berdarah dingin (poikiloterm), mempuyai jantung yang terdiri dari tiga ruangan yaitu dua serambi dan satu bilik, mempunyai dua pasang kaki dan pada setiap kakinya terdapat selaput renang yang terdapat diantara jari-jari kakinya dan kakinya berfungsi untuk melompat dan berenang, matanya mempunyai selaput tambahan yang disebut membran niktitans yang sangat berfungsi waktu menyelam, pernafasan pada saat masih kecebong berupa insang, setelah dewasa alat pernafasannya berupa paru-paru dan kulit yang hidungnya mempunyai katup yang mencegah air masuk kedalam rongga mulut ketika menyelam, dan berkembang biak dengan cara melepaskan telurnya dan dibuahi oleh yang jantan diluar tubuh induknya atau pembuahan eksternal (Djuanda, 1982).

Tubuh amphibia khususnya katak, terdiri dari kepala, badan, dan leher yang belum tampak jelas. Sebagian kulit, kecuali pada tempat-tempat tertentu, terlepas dari otot yang ada di dalamnya, sehingga bagian dalam tubuh katak berupa rongga-rongga yang berisi cairan limfa subkutan (Djuhanda, 1982). Amphibi dewasa memiliki mulut lebar dan lidah yang lunak yang melekat pada bagian depan rahang bawah. Paru-paru selalu ada seperti yang terdapat pada kelompok salamander, dan sebagian besar pernafasan juga dilakukan oleh kulit (Djuhanda, 1974). Pada katak sawah, kulit ini hampir selalu basah karena adanya sekresi kelenjar-kelenjar mucus yang banyak terdapat didalamnya. Selain itu, kulit katak juga banyak mengandung kapiler-kapiler darah dari cabang-cabang vena kutanea magna dan arteri kutanea (Djuhanda, 1982). Selain kulit, pernafasan juga dilakukan melalui epitel, mulut, dan larynxs. Bibir, mata, dan kelenjar yang menjaga kelembaban mata juga ikut berkembang (Djuhanda, 1974).

Amphibi hidup didua tempat, di air dan tempat yang lembab dari daratan. Telur-telur individu yang belum matang adalah normal hidup di dekat air dan dan dewasa tidak pernah jauh dari air, dari kemampuan mereka disebuah lingkungan daratan, lebih tepat lagi tidak berkembang. Dewasa ditemukan ditanah dekat kolam-kolam, aliran sungai dan bagian lain dari air segar yang mana mereka dapat istirahat dan mendapatkan ketenangan, atau ditempat-tempat lain yang lembab seperti dibawah pohon atau dibawah batu, di kayu-kayu yang agak lembab. Amphibi daratan yang agak terkenal adalah katak khususnya, sangat aktif saat malam ketika kelembaban relatif tinggi (Bartlett, 1988).

Amphibia terdiri dari tiga ordo, yaitu ordo urodela, Gymnophiona, dan Anura. Ordo urodela adalah amphibi yang pada bentuk dewasa mempunyai ekor. Tubuhnya berbentuk seperti kadal. Beberapa jenis yang dewasa tetap mempunyai insang, sedangkan jenis-jenis lain insangnya hilang. Sabuk-sabuk skelet hanya kecil bantuannya dalam menyokong kaki. Tubuh dengan jelas terbagi atas kepala, badan, dan ekor. Kaki-kakinya kira-kira sama besar. Jika aquatis, bentuk larva sama seperti yang dewasa. Dari larva menjadi dewasa dibutuhkan waktu beberapa tahun. Contoh yang terkenal adalah caudata. Bangsa caudata atau salamander merupakan satu-satunya yang tidak terdapat hampir diseluruh Asia tenggara, termsuk indonesia. Daerah terdekat yang dihuni salamander adalah vietnam utara dan thailand utara (Bardach, 1972).

Bangsa kedua yang paling kecil sangat jarang ditemukan adalah sesilia atau gymnophiona. Gymnophiona mempunyai anggota yang ciri umumnya adalah tidak mempunyai kaki sehingga disebut Apoda. Tubuh menyerupai cacing (gilig), bersegmen, tidak bertungkai, dan ekor mereduksi. Hewan ini mempunyai kulit yang kompak, mata tereduksi, tertutup oleh kulit atau tulang, retina pada beberapa spesies berfungsi sebagai fotoreseptor. Di bagian anterior terdapat tentakel yang fungsinya sebagai organ sensory. Kelompok ini menunjukkan 2 bentuk dalam daur hidupnya. Pada fase larva hidup dalam air dan bernafas dengan insang. Pada fase dewasa insang mengalami reduksi, dan biasanya ditemukan di dalam tanah atau di lingkungan akuatik. Fertilisasi pada Caecilia terjadi secara internal (Duellman and Trueb, 1986).

Bangsa yang ketiga yaitu Anura atau katak, Ordo Anura mempunyai ciri umum tidak mempunyai ekor, kepala bersatu dengan badan, tidak mempunyai leher dan tungkai berkembang baik. Tungkai belakang lebih besar daripada tungkai depan. Hal ini mendukung pergerakannya yaitu dengan melompat. Pada beberapa famili terdapat selaput diantara jari-jarinya. Membrana tympanum terletak di permukaan kulit dengan ukuran yang cukup besar dan terletak di belakang mata. Kelopak mata dapat digerakkan. Mata berukuran besar dan berkembang dengan baik. Fertilisasi secara eksternal dan prosesnya dilakukan di perairan yang tenang dan dangkal. (Duellman and Trueb, 1986).

Katak mudah dikenal dari tubuh yang tampak berjongkok dengan empat kaki untuk melompat dan tanpa ekor. Kaki belakang berfungsi untuk melompat, lebih panjang dari pada kaki depan yang pendek dan ramping, dan berguna untuk melompat mencari mangsa atau menghindarkan diri. Matanya sangat besar dengan pupil mata horizontal dan vertikal. Pada beberapa jenis katak pupil matanya berbentuk berlian atau segi empat yang khas bagi masing-masing kelompok. Ujung jarinya mungkin tidak berbentuk, hanya silindris atau berbentuk piringa yang pipih dan kadang-kadang mempunyai lipatan kulit lateral lebar. Kaki depan mempunyai empat jari, sedangkan kaki belakang berjari lima. Selaput kulit tumbuh diantara jari-jari. Selaput ini bervariasi dari tiap jenis. Beberapa jenis hampir tidak berselaput tetapi pada jenis yang lain selaputnya meluas sampai menutupi jari atau pelebaran ujung jari (Iskandar, 1998).

Katak yang paling primitif terdapat dikalimantan, dan termasuk suku Bombinatoridae. Kelompok katak lain yang dianggap primitif termasuk suku kedua yaitu Megophorydae dan dua jenis introduksi dari suku pipidae (Xenopus laevis dan Hymenochirus sp) katak lain yang tidak termasuk kedua golongan tersebut akan mewakili semua katak yang telah maju (Iskandar, 1998).

Metamorfosis dari katak menyangkut tiga proses perubahan, dua diantaranya merupakan perubahan yang drastis, yaitu berupa penciutan bahkan habis sama sekali struktur yang sebelumnya sudah ada. Terbentuknya organ yang baru. Yang tidak tampak dari luar adalah perubahan struktur baru dari organ yang sama yang disesuaikan dengan hewan dewasa, walaupun berlangsungnya singkat. Metamorfosis merupakan suatu masa kritis yang di alami selama terjadinya perubahan dari hewan berhabitat aquatic menjadi terestrial (Duellman, 1986).


II. PROSEDUR KERJA

2.1 Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Senin, 22 dan 29 Maret 2010 di Laboratorium Taksonomi Hewan Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Andalas, Padang.

2.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah bak bedah, vernier caliper, tabel pengamatan, dan alat tulis. Sedangkan bahan yang digunakan adalah, Bufo melanosticus, Bufo asper, Ichthyophis glutinosus, Fejervarya limnocharis, dan Limnonectes kuhlii.

2.3 Cara Kerja

Objek diletakkan pada bak bedah dengan posisi kepala disebelah kiri. Objek itu diamati dan digambar. Kemudian dilakukan pengukuran serta perhitungan terhadap karakteristiknya, yaitu sebagai berikut : panjang badan (PB), panjang kaki depan (PKD), panjang kaki belakang (PKB), diameter mata (DM), urutan panjang jari kaki depan (UPJKD), lebar kepala (LK), panjang tibia fibula (PTF), panjang moncong (PM), jarak inter orbital (JIO), urutan panjang jari kaki belakang (UPJKB), panjang kepala (PK), panjang femur (PF), diameter tympanum (DT), jarak inter nares (JIN). Setelah dilakukan pengukuran, kunci determinasi pun dapat dibuat berdasarkan deskripsi atau cirri khas yang kita lihat pada pengamatan praktikum saat ini.


III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Deskripsi

3.1.1 Bufo Asper (Gravenhort, 1829)

Klasifikasi:

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Amphibia

Ordo : Anura

Famili : Bufonidae

Genus : Bufo

Species : Bufo asper (Gravenhort, 1829)

Dari pengukuran yang telah dilakukan didapatkan hasil sebagai berikut: Bufo asper memiliki panjang badan (PB) 74 mm, panjang kepala (PK) 0,35 bagian dari panjang badan, lebar kepala (LK) 0,35 bagian dari panjang badan, panjang kaki depan (PKD) 0,6 bagian dari panjang badan, panjang tibia fibula (PTF) 0,55 bagian dari panjang badan, panjang femur (PF) 0,57 bagian dari panjang badan, panjang kaki belakang (PKB) 0,8 bagian dari panjang badan, panjang moncong (PM) 0,12 bagian dari panjang badan, diameter tympanum (DT) 0,04 bagian dari panjang badan, diameter mata (DM) 0,12 bagian dari panjang badan, jarak inter orbital (JIO) 0,18 bagian dari panjang badan, jarak inter nares (JIN) 0,08 bagian dari panjang badan. Urutan panjang kaki depan 3>4>2>1, urutan panjang kaki belakang 4>3>5>2>1, bentuk ujung jari gada, tutupan selaput renang terdiri dari 3 phalang, kelenjar parotoidnya berbentuk bulat lonjong dan mulut berbentuk truncates.

Iskandar (1998) menyatakan kodok ini berwarna coklat tua kehitaman, keabu-abuan, atau kehitam-hitaman. Kelenjar parotoid berbentuk lonjong. Tangan dan kaki dapat berputar. Jari kaki berselaput renang sampai ke ujung. Perkembangbiakkan masih belum diketahui. Namun para pejantan diketahui memanggil dari tepi sungai terutama pada saat bulan purnama.

Menurut Van Kampen (1923), habitat Bufo asper umumnya dijumpai sepanjang sungai yang lebar sampai anak sungai dengan lebar 2 meter. Bahkan dijumpai di sekitar air terjun, hidup dari hutan skunder sampai hutan primer, hutan dataran rendah sampai pegunungan. Bangkong sungai menyebar mulai dari Indochina di utara hingga ke Sumatra, Kalimantan dan Jawa. Di Jawa tersebar hingga ke Pasuruan dan Malang di Jawa Timur.

3.1.2 Bufo melanostictus (Scheneider, 1799)

Klasifikasi:

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Amphibia

Ordo : Anura

Famili : Bufonidae

Genus : Bufo

Species : Bufo melanostictus (Scheneider, 1799)

Dari pengukuran yang telah dilakukan didapatkan hasil sebagai berikut: Bufo melanostictus memiliki panjang badan (PB) 82 mm, panjang kepala (PK) 0,3 bagian dari panjang badan, lebar kepala (LK) 0,38 bagian dari panjang badan, panjang kaki depan (PKD) 0,56 bagian dari panjang badan, panjang tibia fibula (PTF) 0,33 bagian dari panjang badan, panjang femur (PF) 0,3 bagian dari panjang badan, panjang kaki belakang (PKB) 0,52 bagian dari panjang badan, panjang moncong (PM) 0,32 bagian dari panjang badan, diameter tympanum (DT) 0,06 bagian dari panjang badan, diameter mata (DM) 0,14 bagian dari panjang badan, jarak inter orbital (JIO) 0,11 bagian dari panjang badan, jarak inter nares (JIN) 0,06 bagian dari panjang badan. Urutan panjang kaki depan 3>4>1>2, urutan panjang kaki belakang 4>5>3>2>1, bentuk ujung jari seperti cakar, tutupan selaput renang terdiri dari 2 phalang, kelenjar parotoidnya berbentuk bulat panjang dan mulut berbentuk membulat.

Menurut Iskandar (2003), kodok ini mempunyai garis supra orbital berwarna hitam, alur-alur supra-orbital dan supratimpanik menyambung, tidak ada alur parietal.Bagian punggung bervariasi warnanya antara coklat abu-abu gelap, kekuningan, kemerahan, sampai kehitaman.Terdapat bintil-bintil kasar di punggung dengan ujung kehitaman.Tanpa selaput renang, atau kaki dengan selaput renang yang sangat pendek.

Iskandar (1998) menyatakan nama lokal untuk spesies ini adalah kodok puru, penamaan tersebut berdasarkan adanya benjolan-benjolan hitam yang tersebar di bagian atas tubuh. Habitat dari kodok ini selalu dekat hunian manusia , tidak terdapat di hutan hujan tropis atau hutan primer. Persebarannya di kawasan Ekosistem Leuser, Aceh singkil, Medan, Belawan, Bukit Lawang, Langkat, Jawa, Kalimantan, Gunung Batak, dan Cina Selatan sampai Semenanjung Malaka dan Pilipina.

3.1.3 Ichthyophis glutinosus (Baulenger, 1882)

Klasifikasi adalah :

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Amphibia

Ordo : Gymnophiona

Famili : Ichthyophiidae

Genus : Ichthyophis

Species : Ichthyophis glutinosus (Baulenger, 1882)

Ichthyophis glutinosus mempunyai bentuk seperti cacing, mempunyai gigi, mata berbentuk titik hitam, bagian dorsal berwarna ungu, bagian abdomen berwarna ungu lebih pudar daripada dorsal, antara bagian dorsal dan abdomen dibatasi oleh garis warna putih, mempunyai ruas-ruas, tipe mulut runcing, mempunyai alat khusus seperti lateral line.

Famili yang ada di indonesia adalah Ichtyopiidae. Anggota famili ini mempunyai ciri-ciri tubuh yang bersisik, ekornya pendek, mata relatif berkembang. Reproduksi dengan oviparous. Larva berenang bebas di air dengan tiga pasang insang yang bercabang yang segera hilang walaupun membutuhkan waktu yang lama di air sebelum metamorphosis. Anggota famili ini yang ditemukan di indonesia adalah Ichtyophis sp., yaitu di propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (Duellman and Trueb, 1986).

3.1.4 Fejervarya limnocharis ( Bioe, 1835)

Klasifikasi:

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Amphibia

Ordo : Anura

Famili : Ranidae

Genus : Fejervarya

Species : Fejervarya limnocharis ( Bioe, 1835)

Dari pengukuran yang telah dilakukan didapatkan hasil sebagai berikut: Fejervarya limnocharis memiliki panjang badan (PB) 50 mm, panjang kepala (PK) 0,3 bagian dari panjang badan, lebar kepala (LK) 0,34 bagian dari panjang badan, panjang kaki depan (PKD) 0,4 bagian dari panjang badan, panjang tibia fibula (PTF) 0,5 bagian dari panjang badan, panjang femur (PF) 0,42 bagian dari panjang badan, panjang kaki belakang (PKB) 0,68 bagian dari panjang badan, panjang moncong (PM) 0,38 bagian dari panjang badan, diameter tympanum (DT) 0,06 bagian dari panjang badan, diameter mata (DM) 0,1 bagian dari panjang badan, jarak inter orbital (JIO) 0,16 bagian dari panjang badan, jarak inter nares (JIN) 0,08 bagian dari panjang badan. Urutan panjang kaki depan 3>1>2>4, urutan panjang kaki belakang 4>3>5>2>1, bentuk ujung jari gada, tutupan selaput renang terdiri dari 5 phalang yaitu empat ruas tertutupi dan satu ruas tidak tertutupi, kelenjar parotoidnya tidak jelas, warna tubuh umumnya loreng-loreng hitam kecoklatan seperti lumpur, memiliki tympanum, kulit licin dan lembab, warna dagu putih, paha sedikit kemerahan.

Hewan ini merupakan katak kecil, bertubuh pendek dan berkepala meruncing. Panjang Fejervarya jantan sekitar 30-50 mm, yang betina sampai dengan 60 mm. Punggung berwarna cokelat lumpur, dengan bercak-bercak gelap simetris, terkadang membentuk huruf W atau H di sekitar belikat. Pada beberapa jenis bercampur dengan warna hijau atau kehijauan, kemerahan, keemasan, atau memiliki garis vertebral putih. Perut dan sisi bawah tubuh putih. Pada katak jantan, kerap terdapat pola huruf M kehitaman di dagu, di atas kantung suara yang berwarna daging. Sisi samping tubuh dan sisi belakang paha dengan bercak-bercak hitam serupa doreng. Tangan dan kaki dengan coreng-coreng hitam. Bibir berbelang hitam. Kulit punggung dengan lipatan-lipatan memanjang tak beraturan, seperti pematang seperti deretan bintil panjang, atau seperti bukit-bukit kecil memanjang. Sepasang lipatan kulit berjalan dari belakang mata, melewati atas timpanum (gendang telinga), hingga ke bahu. Kaki berselaput setengahnya, setidaknya satu (pada jari keempat: dua) ruas paling ujung bebas dari selaput renang. Bintil metatarsal sebelah dalam berbentuk oval dan menonjol, sementara metatarsal luar membulat dan rendah, kebanyakan malah hanya serupa bintik kecil (Boulenger, 1890).

Fejervarya ditemukan di sawah, lapangan berumput, tegalan, hutan jati dan di kebun-kebun karet. Juga kerap ditemukan di tepi-tepi saluran air, tiba-tiba berloncatan ke air apabila akan terpijak kaki. Terkadang, katak ini tersesat hingga ke halaman rumah. Fejervarya umumnya ditemukan mengelompok (clumped) di lapangan. Pada malam-malam berhujan, katak-katak ini berbunyi bersahut-sahutan serupa paduan suara. Wak-wak-wak-wak-wak (Boulenger, 1890).

3.1.5 Limnonectes kuhlii (Tschudi, 1833)

Klasifikasi:

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Amphibia

Ordo : Anura

Famili : Ranidae

Genus : Limnonectes

Species : Limnonectes kuhlii (Tschudi, 1833)

Dari pengukuran yang telah dilakukan didapatkan hasil sebagai berikut: Limnonectes kuhlii memiliki panjang badan (PB) 65 mm, panjang kepala (PK) 0,46 bagian dari panjang badan, lebar kepala (LK) 0,5 bagian dari panjang badan, panjang kaki depan (PKD) 0,54 bagian dari panjang badan, panjang tibia fibula (PTF) 0,46 bagian dari panjang badan, panjang femur (PF) 0,32 bagian dari panjang badan, panjang kaki belakang (PKB) 0,92 bagian dari panjang badan, panjang moncong (PM) 0,38 bagian dari panjang badan, diameter tympanum (DT) 0,03 bagian dari panjang badan, diameter mata (DM) 0,08 bagian dari panjang badan, jarak inter orbital (JIO) 0,08 bagian dari panjang badan, jarak inter nares (JIN) 0,05 bagian dari panjang badan. Urutan panjang kaki depan 1>3>2>4, urutan panjang kaki belakang 4>3>5>2>1, bentuk ujung jari gada, tutupan selaput renang terdiri dari 5 phalang, kelenjar parotoidnya kurang jelas, warna tubuh kecoklatan dan keputihan pada umumnya, paha dan perut pucat kekuningan, tympanum agak melengkung, memiliki garis lateral pada punggungnya, ada bercak di kepalanya yang lebar, tidak jelas lateral foldnya, paha berwarna lebih gelap, dagunya putih dengan bintik-bintik coklat.

Katak ini berukukuran kecil, kepala runcing pendek, jari kaki sepasang bintil metatarsal, tekstur kulit berkerut, tertutup oleh bintil-bintil panjang yang tampak tipis, bintil-bintil ini biasanya memanjang parallel dengan sumbu tubuh. Warna kotor seperti lumpur dengan bercak-bercak yang lebih gelap, kurang jelas tetapi simetris, kadang-kadang dengan warna kehijauan dan sedikit semu kemerahan. kaki belakang panjang dan kuat, kaki belakang berselaput renang tidak penuh sampai piringan sendi. Ukuran tubuh jantan 90-175 mm dan betina 85-125 mm. Katak ini biasanya terdapat di hutan primer sampai hutan sekunder, di sungai-sungai sedang sampai anak sungai, saat musim kawin jantan menggali lubang di pasir atau kerikil halus ( gravel ), dimana betina akan meletakkan telurnya. Katak ini tersebar di Aceh, Sumatra, Kalimantan, dan Semenanjung Malaysia ( Iskandar, 2003 ).

3.2 Kunci Determinasi

Dari pengamatan morfologi yang telah dilakukan dapat dibuat kunci determinasi dari amphibi tersebut, yaitu:

1.a. Amphibi berkaki…………………………………………………………………..2

b. Amphibi tidak berkaki……………………………………………. Ichthyophis glutinosus

2.a. Kulit kering waktu masih hidup…………………………………………..………3

b. Kulit licin dan basah waktu masih hidup…………………………………………4

3.a. Tidak terdapat alur supraorbital……………………………………. Bufo Asper

b. Terdapat alur supraorbital………………………………………… Bufo melanostictus

4.a. Phalang ketiga dan keempat pada jari keempat bebas tanpa selaput renang……………………………………………………………..Fejervarya limnocharis

b. Bercaj pada dasar kepala tebal dan rata…………………………… Limnonectes kuhlii

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Dari praktikum Morfologi Amphibi dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Bufo Asper memiliki ciri khas yaitu supra orbital yang sedikit lebih besar dan berhubungan dengan bagian tengah subtympani dengan tympanum yang jelas, parotoid menonjol, kakinya tidak sesuai untuk melompat dan kebanyakan jenis ini menggunakan sebagian waktunya di darat atau di dalam lubang.

2. Bufo melanostictus memiliki ciri khas yaitu alur supra orbital yang dihubungkan dengan kelenjar parotoid oleh alur supra tympanik, kelenjar parotoid berbentuk lonjong, jari kaki berselaput renang sampai ujung dan tekstur kulit kasar diliputi bintil-bintil berduri/ benjolan.

3. Ichthyophis glutinosus memiliki ciri khas yaitu bentuk seperti cacing mempunyai ruas-ruas, tipe mulut runcing, mempunyai alat khusus seperti lateral line.

4. Fejervarya limnocharis memiliki ciri khas yaitu bertubuh pendek dan berkepala meruncing, memiliki sepasang lipatan kulit berjalan dari belakang mata melewati atas timpanum (gendang telinga) hingga ke bahu, selaput renang pada kaki belakang tertutupi setengah.

5. Limnonectes kuhlii merupakan katak panggul yang memliki bercak pada dasar kepala tebal dan rata.

4.2 Saran

Dari praktikum yang telah dilaksanakan maka disarankan kepada praktikan untuk lebih teliti dan cermat dalam pemilihan objek. Selain itu dalam melakukan pengukuran juga harus lebih teliti agar hasil yang didapatkan lebih akurat. Dan yang paling terpenting dalam memilih bahan untuk dipraktikum hari itu harus tepat dan benar.


DAFTAR PUSTAKA

Bardach, J.E.; J.H. Ryther & W.O. McLarney. 1972. Aquaculture. the Farming and Husbandry of Freshwater and Marine Organisms. http://id. wikipedia. org/wiki/vertebrata. 23 Maret 2010.

Bartlett, R.D. 1988. Frogs, Toads and Treefrogs, Barron's : New York.

Boulenger, G. A. 1890. Fauna of British India. Reptilia and Batrachia

Djuhanda, T. 1974. Analisa Struktur Vertebrata. Armico: Bandung.

Djuhanda, T. 1982. Anatomi dari empat Hewan Vertebrata_Armico : Bandung.

Duellman, W. E. and L. Trueb. 1986. Biology of Amphibians. McGraw – Hill Book Company. New York.

Iskandar, D.T. 1998. Amphibi Jawa dan Bali, Seri Panduan Lapangan. Puslitbang Biologi-LIPI.

Iskandar, D.T Mirza. 2003. Panduan Lapangan Amfibi Kawasan Ekosistem Leuser : Jakarta

Mistar, D. T. Iskandar. 2003. Panduan Lapangan Amphibi Kawasan Ekosistem Leuser. The Gibbon Foundation: Jakarta.

Soesono, R, dkk. 1968. Diktat Asistensi Preparat. UGM : Yogyakarta

Van Kampen, P. N. 1923. The Amphibian of Indo-Australian Archipilago. Leiden.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar