Minggu, 01 Mei 2011

Laporan Praktikum Aves

-->
LAPORAN PRAKTIKUM
TAKSONOMI HEWAN VERTEBRATA
MORFOLOGI, IDENTIFIKASI, DAN KUNCI DETERMINASI AVES

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Aves merupakan salah satu satwa vertebrata yang memiliki tingkat biodiversitas yang tinggi selain ikan, dan ditemukan pada hampir seluruh permukaan bumi. Dimanapun kita berada, burung merupakan jenis satwa yang paling mudah untuk ditemui, didengar dan diamati prilakunya. Dari ujung daerah kutub es, daratan tertinggi di Himalaya, dilautan yang jauh dari pantai, dihutan yang lebat, daerah gurun yang tandus dan gersang, bahkan sampai didaerah perkotaan yang ramai dan padat. Hanya dibagian tengah dari benua Antartika saja burung tidak ditemukan (Peterson, 1964).
Aves adalah anggota kelompok hewan bertulang belakang yang berdarah panas, memiliki bulu yang menutupi seluruh permukaan tubuhnya, yang berasal dari epidermal, bulu-bulunya terutama terdapat disayap, semakin tua semakin ringan, lebar, kuat dan tersusun rapat. Bulu-bulu ini tersusun sedemikian rupa sehingga mampu menolak air dan memelihara tubuh burung agar tetap hangat ditengah udara dingin. Anggota gerak depannya sudah yermodifikasi menjadi sayap dan anggota gerak belakangnya beradaptasi untuk berjalan, untuk berenang atau bertengger. Pada tangkai terdapat sisik. Mulut termodifikasi menjadi paruh yang terdiri dari zat tanduk. Rangka kecil dengan beberapa penyatuan. Tulang belakang menjadi semakin ringan karena rongga udara didalamnya, namun tetap kuat menopang tubuh. Tulang dada tumbuh membesar dan memipih sebagai tempat pelekatan otot-otot terbang yang lam membantu pernafasan terutama pada saat terbang. Berkembang biak dengan bertelur (Tim Taksonomi Hewan Vertebrata, 2010).
Oleh karena itu, untuk membuat suatu pengklasifikasian dibutuhkan adanya pengamatan morfologi dari parameter yang sudah ditentukan, sehingga dari parameter morfologi dapat dilakukan pengindentifikasiannya dan berakhir dengan pembuatan kunci determinasi dai aves ini, khususnya pada hewan yang dipratikumkan.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum taksonomi hewan vertebrata dengan objek kelas aves ini adalah untuk mengenal morfologi jenis-jenis dari aves, melakukan identifikasi dan membuat kunci determinasi dari jenis-jenis tersebut.
1.3 Tinjaauan Pustaka
Aves merupakan hewan yang paling banyak dikenal orang karena dapat dilihat dimana-mana, aktif pada siang hari dan unik karena memiliki bulu sebagai penutup. Bulu-bulu tersebut dapat membantu mengatur suhu tubuh dan pada saat terbang. Dengan kemampuan terbang itu, aves mendiami semua habitat. Warna dan suara beberapa aves merupakan daya tarik bagi mata dan telinga manusia. Banyak diantaranya mempunyai arti penting dalam ekonomi, sebagain merupakan bahan makanan dan sumber potein. Beberapa diantaranya diternakkan oleh manusia (Anonymous, 2010b).
Bila dibandingkan dengan kelas-kelas hewan yang mendahuluinya, aves menunjukkan kemajuan seperti tubuhnya yang memiliki penutup yang bersifat isolasi, darah vena dan darah arteri terpisah secara sempurna dalam sirkulasi pada jantung, adanya pengaturan suhu tubuh, rata-rata memiliki metabolisme yang tinggi, memiliki kemampuan untuk terbang, suara yang berkembang dengan baik serta dapat menjaga anaknya dengan baik (Jasin, 1992).
Meskipun burung berdarah panas, ia berkerabat dekat dengan reptil. Bersama kerabatnya terdekat, suku Crocodylidae alias keluarga buaya, burung membentuk kelompok hewan yang disebut Archosauria. Diperkirakan burung berkembang dari sejenis reptil di masa lalu, yang memendek cakar depannya dan tumbuh bulu-bulu yang khusus di badannya. Pada awalnya, sayap primitif yang merupakan perkembangan dari cakar depan itu belum dapat digunakan untuk sungguh-sungguh terbang, dan hanya membantunya untuk bisa melayang dari suatu ketinggian ke tempat yang lebih rendah ( Anwar, 1984)
Aves terbagi ke dalam dua sub kelas yaitu Archeonites dan Neornithes yang terdiri dari 32 ordo dan 174 family. Terdapat sekitar 1531 jenis burung di Indonesia dengan 381 jenis diantaranya adalah jenis endemik. Di dunia, Indonesia merupakan urutan ke-4 dalam hal keanekaragaman burung setelah Columbia dan Peru. Sumatera merupakan suatu pulau yang sangat kaya dengan jenis burung setelah Irian Jaya dimana terdapat 580 jenis burung dengan 464 jenis diantaraya adalah burung penetap dan 14 jenis burung endemik. Dari jenis-jenis burung di Sumatera tersebut, 138 jenis diantaranya ditemukan dikawasan Sunda, 169 jenis burung hanya dapat dijumpai di pulau Jawa dan Sumatera (Anwar, 1984).
Menurut Brotowidjoyo (1989), subklas Archaeornithes, merupakan burung-burung yang bergigi dan telah punah, hidup pada periode Jurassic dengan metacarpal terpisah, tidak ada pigostil, dan vertebrata caudal masing-masing dengan bulu berpasangan. Sedangkan subklas Neornithes merupakan burung yang modern, bergigi atau tidak begigi, metacarpal bersatu, vertebrata caudal tidak ada yang memiliki bulu berpasangan dan kebanyakan mempunyai pigostil. . Semua burung lebih dahulu bernenek moyang dari fosil burung pertama yaitu Archaeopteryx.
Menurut Djuhanda (1983), semua burung yang hidup sekarang ditepatkan dalam subkelas Neornithes. Berlawanan dengan subkelas yang ada, yang satu ini ditandai dengan bulu-bulu ekor yang tersusun seperti kipas pada ujung ekornya dan mempunyai sumbu tulang yang pendek. Sistem kantong udara selalu ada dan rongga udara didapatkan di dalam sebagian besar tulang-tulangnya. Walaupun daya terbang secara sekunder telah hilang, tulang dadanya yang besar, dimana otot-otot terbang berpangkal padanya. Kesemuanya itu menjadikan burung menjadi lebih mudah dan lebih pandai terbang, dan mampu mengunjungi berbagai macam habitat di muka bumi. Ratusan jenis burung dapat ditemukan di hutan-hutan tropis, mereka menghuni hutan-hutan ini dari tepi pantai hingga ke puncak-puncak pegunungan. Burung juga ditemukan di rawa-rawa, padang rumput, pesisir pantai, tengah lautan, gua-gua batu, perkotaan, dan wilayah kutub.
Dengan habitat yang berbeda-beda maka burung juga berbeda dalam hal warna dan bntuk. Ada yang warnanya cerah cemerlang atau hitam legam, yang hijau daun, coklat gelap atau burik untuk menyamar, dan lain-lain. Ada yang memiliki paruh kuat untuk menyobek daging (Elang), mengerkah biji buah yang keras (Burung manyar), runcing untuk menombak ikan (Burung Kormoran), pipih untuk menyaring lumpur (Bebek), lebar untuk menangkap serangga terbang (Burung kacamata biasa), atau kecil panjang untuk mengisap Ada yang memiliki cakar tajam untuk mencengkeram mangsa, cakar pemanjat pohon, cakar penggali tanah dan serasah, cakar berselaput untuk berenang, cakar kuat untuk berlari dan merobek perut musuhnya (Yatim, 1985).
Warna bulu dihasilkan oleh butir pigmen, dengan difraksi dan refleksi cahaya oleh struktur bulu atau oleh pigmen dan struktur bulu. Pigmen pokok yang menimbulkan warna pada bulu adalah melanin dan karotenoid. Karotenoid sering disebut dengan lipokrom yang tidak larut dalam air tetapi larut dalam metanol, eter atau karbon disulfida. Karotenoid terbagi menjadi 2, yaitu zooeritrin (animal red) dan zoosantin (animal yellow). Pigmen melanin terklarut dalam asam. Butir-butir eumelanin beraneka macam yaitu dari hitam sampai coklat gelap. Feomelanin yaitu hampir tanpa warna hingga coklat kemerahan (Kimball, 1983).
Butir-butir melanin bulat di dekat ujung bulu luar memberikan efek ring Newton dan menyebabkan perubahan warna-warni bulu. Warna hijau, biru dan violet tidak dihasilkan oleh pigmen tetapi tergantung dari struktur bulu. Contohnya burung bluebird yang bulunya berwarna biru tetapi tidak mengandung pigmen warna biru. Warna ini ditimbulkan oleh pigmen kuning yang menyerap semua spektrum sinar kemudian dipantulkan kembali. Burung tropis pemakan pisang memiliki pigmen tembaga berupa turacoverdin yang mampu menghasilkan warna merah gelap dihasilkan oleh turacin. Salah satu spesies burung pemakan pisang ini adalah Tauraco corythaix, mempunyai kuning telur berwarna merah terang yang ditimbulkan oleh karotenoid dan 60% dari pigmen merah yang disebut astasantin (Jafnir, 1983)
Meski warna bulu burung adalah genetis, namun dapat berubah akibat faktor internal maupun eksternal. Burung yang dikurung dalam waktu lama juga dapat berubah warna bulunya. Hal ini dapat disebabkan karena makanannya. Faktor internal yang mempengaruhi warna bulu adalah hormon. Spesies burung terdapat dimorfisme warna dalam seksual. Pengaturan hormon estrogen banyak berperan pada burung jantan, yaitu sebelum hingga awal pergantian bulu. Sedangkan pada burung betina kemungkinan diinduksi oleh bulu burung jantan dengan pengaturan testosteron. Faktor eksternal yang dapat mempengaruhi perubahan warna adalah oksidasi dan gesekan/abrasi. Warna yang ditimbulkan karoten dapat memudar karena sinar matahari (Brotowidjoyo, 1989).
Burung berkembang biak dengan bertelur. Telur burung mirip telur reptil, hanya cangkangnya lebih keras karena berkapur. Beberapa jenis burung seperti burung maleo dan burung gosong, menimbun telurnya di tanah pasir yang bercampur serasah, tanah pasir pantai yang panas, atau di dekat sumber air panas. Alih-alih mengerami, burung-burung ini membiarkan panas alami dari daun-daun membusuk, panas matahari, atau panas bumi menetaskan telur-telur itu; persis seperti yang dilakukan kebanyakan reptil.
Akan tetapi kebanyakan burung membuat sarang, dan menetaskan telurnya dengan mengeraminya di sarangnya itu. Sarang bisa dibuat secara sederhana dari tumpukan rumput, ranting, atau batu; atau sekedar kaisan di tanah berpasir agar sedikit melekuk, sehingga telur yang diletakkan tidak mudah terguling. Namun ada pula jenis-jenis burung yang membuat sarangnya secara rumit dan indah, atau unik, seperti jenis-jenis manyar alias tempua, rangkong, walet, dan namdur (Jasin, 1992).
Anak-anak burung yang baru menetas umumnya masih lemah, sehingga harus dihangatkan dan disuapi makanan oleh induknya. Kecuali pada jenis-jenis burung gosong, di mana anak-anak burung itu hidup mandiri dalam mencari makanan dan perlindungan. Anak burung gosong bisa segera berlari beberapa waktu setelah menetas, bahkan ada pula yang sudah mampu terbang (Peterson, 1994).
Jenis-jenis burung umumnya memiliki ritual berpasangan masing-masing. Ritual ini adalah proses untuk mencari dan memikat pasangan, biasanya dilakukan oleh burung jantan. Beberapa jenis tertentu, seperti burung merak dan cenderawasih, jantannya melakukan semacam tarian untuk memikat si betina. Sementara burung manyar jantan memikat pasangannya dengan memamerkan sarang setengah jadi yang dibuatnya. Bila si betina berkenan, sarang itu akan dilanjutkan pembuatannya oleh burung jantan hingga sempurna; akan tetapi bila betinanya tidak berkenan, sarang itu akan dibuang atau ditinggalkannya (Priyono, 1991).
Bulu adalah ciri khas kelas aves yang tidak dimiliki oleh vertebrata lain. Hampir seluruh tubuh aves ditutupi oleh bulu, yang secara filogenetik berasal dari epidermal tubuh, yang pada reptile serupa dengan sisik. Secara embriologis bulu aves bermula dari papil dermal yang selanjutnya mencuat menutupi epidermis. Dasar bulu itu melekuk ke dalam pada tepinya sehingga terbentuk folikulus yang merupakan lubang bulu pada kulit. Selaput epidermis sebelah luar dari kuncup bulu menanduk dan membentuk bungkus yang halus, sedang epidermis membentuk lapisan penyusun rusuk bulu.Sentral kuncup bulu mempunyai bagian epidermis yang lunak dan mengandung pembuluh darah sebagai pembawa zat-zat makanan dan proses pengeringan pada perkembangan selanjutnya (Jasin, 1984).
Berdasarkan susunan anatomis bulu dibagi menjadi filoplumae, plumae, barbae, barbulae. Filoplumae adalah bulu-bulu kecil mirip rambut tersebar di seluruh tubuh yang ujungnya bercabang-cabang pendek dan halus. Jika diamati dengan seksama akan tampak terdiri dari shaft yang ramping dan beberapa barbulae di puncak. Plumulae merupakan bulu yang berbentuk hampir sama dengan filoplumae dengan perbedaan detail. Plumae, Bulu yang sempurna. Barbulae, ujung dan sisi bawah tiap barbulae memiliki filamen kecil disebut barbicels yang berfungsi membantu menahan barbula yang saling bersambungan (Anwar, 1984).
Susunan plumae terdiri dari Shaft (tangkai), calamus, rachis, dan vexillum. Shaft adalah poros utama bulu. Calamus, yaitu tangkai pangkal bulu. Rachis, yaitu lanjutan calamus yang merupakan sumbu bulu yang tidak berongga di dalamnya. Rachis dipenuhi sumsum dan memiliki jaringan.Vexillum, yaitu bendera yang tersusun atas barbae yang merupakan cabang-cabang lateral dari rachis (Priyono, 1991).
Menurut letaknya, bulu aves dibedakan menjadi Tectrices, rectrices, remiges, parapterum dan ala spuria. Tectices merupakan bulu yang menutupi badan. Rectrices, bulu yang berada pada pangkal ekor, vexilumnya simetris dan berfungsi sebagai kemudi. Remiges, bulu pada sayap yang dibagi lagi menjadi remiges primarie yang melekatnya secara digital pada digiti dan secara metacarpal pada metacarpalia. remiges secundarien yang melekatnya secara cubital pada radial ulna,dan remiges tertier yang terletak paling dalam nampak sebagai kelanjutan sekunder daerah siku. Parapterum, bulu yang menutupi daerah bahu. Ala spuria, bulu kecil yang menempel pada ibu jari (Jasin, 1984).
Burung berkembang biak dengan bertelur. Telur burung mirip telur reptil, hanya cangkangnya lebih keras karena berkapur. Beberapa jenis burung seperti burung maleo dan burung gosong, menimbun telurnya di tanah pasir yang bercampur serasah, tanah pasir pantai yang panas, atau di dekat sumber air panas. Alih-alih mengerami, burung-burung ini membiarkan panas alami dari daun-daun membusuk, panas matahari, atau panas bumi menetaskan telur-telur itu; persis seperti yang dilakukan kebanyakan reptil.
Akan tetapi kebanyakan burung membuat sarang, dan menetaskan telurnya dengan mengeraminya di sarangnya itu. Sarang bisa dibuat secara sederhana dari tumpukan rumput, ranting, atau batu; atau sekedar kaisan di tanah berpasir agar sedikit melekuk, sehingga telur yang diletakkan tidak mudah terguling. Namun ada pula jenis-jenis burung yang membuat sarangnya secara rumit dan indah, atau unik, seperti jenis-jenis manyar alias tempua, rangkong, walet, dan namdur (Djuhanda, 1983).
Anak-anak burung yang baru menetas umumnya masih lemah, sehingga harus dihangatkan dan disuapi makanan oleh induknya. Kecuali pada jenis-jenis burung gosong, di mana anak-anak burung itu hidup mandiri dalam mencari makanan dan perlindungan. Anak burung gosong bisa segera berlari beberapa waktu setelah menetas, bahkan ada pula yang sudah mampu terbang ( Yatim, 1985).
Jenis-jenis burung umumnya memiliki ritual berpasangan masing-masing. Ritual ini adalah proses untuk mencari dan memikat pasangan, biasanya dilakukan oleh burung jantan. Beberapa jenis tertentu, seperti burung merak dan cenderawasih, jantannya melakukan semacam tarian untuk memikat si betina. Sementara burung manyar jantan memikat pasangannya dengan memamerkan sarang setengah jadi yang dibuatnya. Bila si betina berkenan, sarang itu akan dilanjutkan pembuatannya oleh burung jantan hingga sempurna; akan tetapi bila betinanya tidak berkenan, sarang itu akan dibuang atau ditinggalkannya (Peterson, 1964).
Pergerakan aves terutama dijalankan oleh sayap dan kaki. Dapat ditambahkan bahwa cauda berfungsi sebagai pengemudi dan sebagai suatu permukaan untuk penyokong pada waktu terbang walaupun tidak dipergunakan langsung sebagai pendorong. Pada gerakan bipedal titik gravitasi harus terletak di atas kaki atau tepatnya diantara kedua kaki. Luas permukaan yang bersinggungan dengan tanah mereduksi sedang digiti bertambah panjang untuk mencegah hilangnya keseimbangan. Pada prinsipnya sehubungan dengan cara bergeraknya pada berbagai spesies burung juga tidak sama maka modifikasi yang terjadi pada skeleton dan elemen-elemen musculus pada berbagai spesies burung juga tidak sama. Modifikasi yang terjadi ini terutama terhadap bentuknya, ukurannya, dan sudut-sudutnya (MacKinnon, 1991)
Aves berespirasi dengan paru-paru yang berhubungan dengan jumlah kantung-kantung udara sebagai alat pernapasan tambahan. Jantung terbagi menjadi 2 atrikel dan 2 ventrikel. Saluran pencernaan meliputi tembolok, lambung kelenjar dan lambung muscular, dua buah sekum, usus besar dan kloaka. Ginjal bertipe metanephros, fertilisasi eksternal (Djuhanda, 1982)
Karakteristik tengkorak meliputi tulang-tulang tengkorak yang berfungsi kuat, paruh berzat tanduk. Aves tidak bergigi, mata besar dan kondil okipetal tunggal. Otak mempunyai serebrum dan lobus optikus yang berkembang baik, mempunyai 12 pasang saraf cranial. Telinga tengah mempunyai sebuah osikel auditori. Ada sebuah meatus auditori eksternal. Mata berkembang baik dengan kelopak mata dan membranes niktitans. Pada mata terdapat struktur vascular disebut pakiten yang terletak dalam rongga humor vitreas dan mempunyai kelenjar air mata (Yatim, 1985)
Paruh aves terbentuk dari modifikasi maxilla pada rahang atas dan mandibula pada rahang bawah. Pada luar rustrum dilapisi oleh pembungkus berupa selaput tanduk. Paruh tidak memiliki gigi. Ada beberapa tipe paruh yang dapat dijumpai antara lain skimming cutting (membelah dan memotong), tearing (mencabik), holding ( memegang), drummingand drilling (memukul dan menngerek), seed cracking (memecah biji) (MacKinnon, 1991).
Menurut Priyono (1991) dasar yang penting untuk mengidentifikasi di lapangan ada beberapa cara yaitu menentukan ukuran yang dapat dilakukan dengan membandingkan ukuran burung yang telah dikenal secara umum, bentuk burung, mempunyai leher, ekor pendek atau panjang, sayap pendek, membulat atau panjang dan runcing, kemudian diperhatikan pula susunan warnanya, karakter paruh serta mengenali suara.

II.PROSEDUR KERJA
2.1 Waktu dan Tempat
Praktikum tentang morfologi, identifikasi dan kunci determinasi aves ini dilaksanakan pada hari Senin, 26 April 2010 di Laboratorium Taksonomi Hewan Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Andalas Padang.
2.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah bak bedah, vernier kaliper, penggaris, tabel pengamatan dan alat-alat tulis. Bahan yang digunakan adalah Gallus domesticus, Passer montanus, Centropus rectunguis, Columba argentina, Treron vernans, Chalcophaps indica, Melanopsitacus undulatus, Criniger bress, Stachyris erytroptera, Tricholestes criniger, Culicicapa ceylonensis, Parus major, Saxicola caprata, Copsychus malabaricus, dan Copsychus saularis.
2.3 Cara Kerja
Burung dipegang dengan cara menjepitnya diantara jari tengah dan jari telunjuku ntuk kepala dan kaki dijepit dengan jari manis dan kelingking. Kemudian dilakukan juga pengukuran untuk panjang total (PT), panjang paruh (PP), panjang sayap (PS), panjang tarsus (PR), diameter tarsus (DM), panjang ekor (PE) diameter tarsus. Setelah itu dilakukan pengamatan morfologinya seperti warna kepala sampai ke ekor, warna bulu, warna paruh, warna kaki dan dicatat, dan iris serta dicatat tipe kaki, tipe paruh, tipe ekor dan warna daerah tungging dan daerah sekitar tunggir. Setelah seluruh parameter tersebut diukur, kemudian dibuat kunci determinasi dari spesies-spesies yang ada.
III HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Deskripsi
3.1.1 Passer montanus (Linaeus, 1758)
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Aves
Ordo : Passeriformes
Family : Estrildidae
Genus : Passer
Spesies : Passer montanus (Linaeus, 1758)
Vern name : Burung gereja
Ciri yang teramati dari Passer montanus adalah memiliki panjang total (PT) 125 mm, panjang paruh (PP) 13 mm, panjang sayap (PS) 64 mm, panjang tarsus (PR) 20 mm, diameter tarsus (DM) 2 mm, panjang ekor (PE) 51 mm. Passer montanus memiliki skor sayap dan ekor 0, tipe paruh howfinch dengan warna hitam, tipe cakar jalak dengan diameter 0,5 cm dan tipe ekor bertakik dengan warna coklat kehitaman. Passer montanus memiliki warna iris mata hitam, mahkota berwarna coklat dan sayap berwarna coklat dengan corak-corak hitam yang disertai dengan warna putih
Ciri-ciri tersebut sesuat dengan pendapat Anonymous (2010a) bahwa Passer montanus memiliki panjang total 12,5-14 cm, dengan lebar sayap sekitar 8 cm dan berat 24 g .Pada Passer montanus yang dewasa mahkota dan tengkuk kaya kastanye. Bagian atas kepala berwarna coklat kemerahan-dan ada bib hitam di bawah tagihan. Cheeks are white and the chest is grey, the wings are black and brown with a white wing bar. Pipi yang putih dan dada abu-abu, sayap berwarna hitam dan coklat dengan sayap bar putih. The upperparts are light brown, streaked with black, and the brown wings have two distinct narrow white bars. Para upperparts berwarna cokelat terang, melesat dengan hitam, dan cokelat memiliki dua sayap yang berbeda bar putih sempit. The legs are pale brown, and the bill is lead-blue in summer, becoming almost black in winter. [ 5 ] Kaki yang pucat coklat, dan tagihan dipimpin-biru di musim panas, menjadi hampir hitam di musim dingin.
Passer montanus membangun sarangnya dalam rongga di pohon tua atau permukaan batu. Some nests are not in holes as such, but are built among roots of overhanging gorse or similar bush. [ 29 ] Roof cavities in houses may be used, [ 29 ] and in the tropics, the crown of a palm tree or the ceiling of a verandah can serve as a nest site. [ 30 ] This species will breed in the disused domed nest of a Magpie , [ 29 ] or an active or unused stick nest of a large bird such as the White Stork , [ 31 ] White-tailed Eagle , Osprey , Black Kite or Grey Heron . Beberapa sarang tidak di lubang seperti itu, tapi dibangun antara akar gantung gorse atau semak yang sama. Atap rongga-rongga di rumah bisa digunakan dan di daerah tropis, mahkota pohon kelapa atau langit-langit beranda yang dapat berfungsi sebagai situs sarang. Spesies ini akan berkembang biak dalam sarang kubah bekas dari Murai. Kadang-kadang akan mencoba untuk mengambil alih sarang burung lain yang berkembang biak di lubang atau ruang (Peterson, 1964).
Passer montanus termasuk kepada burung pemakan biji, keberadaannya dekat dengan manusia. Saat dewasa tubuhnya kecil, burung ini populasinya mudah dijumpai di persawahan, rimbunan pohon, pemukiman dan lahan lahan pertanian dengan hidup berkoloni. Passer montanus dapat ditemukan hampir di seluruh Eropa kecuali untuk bagian tengah dari Irlandia, Skotlandia utara, Inggris barat dan bagian utara Skandinavia. Then it can be also seen in Asia. Maka dapat juga dilihat di Asia. It has been introduced to Australia and to the United States. Telah diperkenalkan ke Australia dan ke Amerika Serikat. It inhabits almost all places including rural areas, towns and cities. Ini mendiami hampir semua tempat termasuk daerah pedesaan dan kota-kota (Priyono, 1991).
3.1.2 Melopsittacus undulatus ( Shaw , 1805)
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Aves
Ordo : Psittaciformes
Family : Psittacidae
Genus : Melopsittacus
Spesies : Melopsittacus undulatus ( Shaw , 1805)
Vern name : Burung parkit
Ciri yang teramati dari Melopsittacus undulatus adalah memiliki panjang total (PT) 180 mm, panjang paruh (PP) 13 mm, panjang sayap (PS) 120 mm, panjang tarsus (PR) 25 mm, panjang ekor (PE) 85 mm. Melopsittacus undulatus memiliki tipe paruh crossbill dengan warna kuning gading, tipe cakar jalak dan tipe ekor forked dengan warna hitam. Melopsittacus undulatus memiliki warna iris mata hitam, mahkota berwarna hijau dan sayap hijau tua bercorak hitam
Ciri-ciri tersebut sesuat dengan pendapat Anonymous (2010c) bahwa Melopsittacus undulates ramping denagn panjang tubuh rata-rata 18-20 cm. They are unlikely to be mistaken for any other parrot because of their small size, pointed wings and tails, and distinct plumage patterns (Juniper, 1998). Most wild budgerigars have a yellow forehead (juveniles have a barred forehead), a yellow and black striped head with purple and black markings on the cheeks, a pointed bill whose tip of the upper mandible extends over the lower mandible, and a yellow throat. Kebanyakan Melopsittacus undulates liar memiliki dahi kuning (muda memiliki dahi dilarang), kepala bergaris-garis kuning dan hitam dengan tanda ungu dan hitam di pipi, tagihan yang menunjuk ujung atas rahang bawah memanjang atas bawah rahang bawah, dan tenggorokan kuning. Their lesser and median wing coverts are centered black and outlined in yellow. Bulu sayap mereka yang kurang dan median terpusat hitam dan dijelaskan dalam kuning. Both their greater coverts and flight feathers are centered black and outlined with green and yellow, but their flight feathers also have a central yellow bar. Kedua bulu yang lebih besar dan bulu penerbangan terpusat hitam dan diuraikan dengan hijau dan kuning, tapi bulu penerbangan mereka juga memiliki bar kuning pusat. Their uppertail coverts are bright green and extend to a blue-green tail.Uppertail bulu mereka berwarna hijau terang dan memperpanjang ke ekor biru-hijau. Caged species differ greatly in their plumage color and patterns (Phillips, 2000). terkurung spesies sangat berbeda dalam warna bulu mereka dan pola
Pembiakan Melopsittacus undulates dapat terjadi selama setiap saat sepanjang tahun, tetapi paling sering terjadi dengan kelimpahan benih. Most grass seeding occurs during the winter in northern Australia and during the spring and summer in southern Australia. Sebagian besar rumput penyemaian terjadi selama musim dingin di Australia utara dan selama musim semi dan musim panas di Australia selatan. This means Budgerigars also breed after heavy rains because grass growth is dependent upon water. Ini berarti Melopsittacus undulates juga berkembang biak setelah hujan lebat karena pertumbuhan rumput bergantung pada air Budgerigars make their nest in pre-existing cavities that are available in fence posts, logs, and Eucalyptus trees. Budgerigars membuat sarang mereka di pra-ada rongga yang tersedia di tiang pagar, kayu, dan pohon Eucalyptus. Several nests can be found on the same tree branch measuring only 3-5 m apart from one another. Beberapa sarang dapat ditemukan pada cabang pohon yang sama mengukur hanya 3-5 m terpisah dari satu sama lain. They fill their nests with decayed wood dust, droppings, and any other soft material available. ( Kavanau, 1987 ) Mereka mengisi sarang mereka dengan serbuk kayu lapuk, kotoran, dan materi lunak lain yang tersedia (MacKinnon, 1991).
Aktivitas Melopsittacus undulates seperti kebanyakan burung, dimulai sebelum terbit dengan bersolek, bernyanyi, dan gerakan di dalam pohon. After sunrise, the birds fly to the foraging area and feed throughout the day. Setelah matahari terbit, burung-burung terbang ke area makan dan memberi makan sepanjang hari. They do not forage during midday or in extremely hot weather, instead they take shelter under shade and remain motionless. Mereka tidak hijauan selama tengah hari atau di cuaca sangat panas, sebaliknya mereka berlindung di bawah naungan dan tetap bergerak. At the end of the day, they congregate by calling loudly and flying at high speeds around the trees. Pada akhir hari, mereka berkumpul dengan memanggil keras dan terbang pada kecepatan tinggi di sekitar pohon. They then return to their roosting site just after sunset and remain at rest until the next morning (Kavanau, 1987). Mereka kemudian kembali ke situs mereka bersarang sesaat setelah matahari terbenam dan tetap diam sampai keesokan paginya (Anonymous, 2010c).
3.1.3 Columba argentina ( Bonaparte, 1855)
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Aves
Ordo : Columbiformes
Family : Columbidae
Genus : Columba
Spesies : Columba argentina ( Bonaparte, 1855)
Vern name : Merpati-hutan perak
Ciri yang teramati dari Columba argentina adalah memiliki panjang total (PT) 282,5 mm, panjang paruh (PP) 22,10 mm, panjang sayap (PS) 210,2 mm, panjang tarsus (PR) 32,25 mm, panjang ekor (PE) 192,20 mm, sayap hitam, ekor dan tubuh bagian bawah keabuan.
Ciri-ciri tersebut sesuai dengan pendapat Priyono (1991) bahwa Columba argentina berukuran antara 34-38 cm, berwarna abu-abu pucat, sayap hitam, ekor dan tubuh bagian bawah keabuan. Jantan dari Columba argentina berwarna abu-abu pucat kebiruan dengan primary hitam dan sekunder. Uppertail-bulu dan pangkal ekor putih keabu-abuan, setengah distal ekor hitam. Orbital kulit merah. Pada Columba argentina betina berwarna sedikit gelap dan kurang keperakan. Perbedaannya dengan Pergam laut: tubuh bagian atas abu-abu (bukan putih), warna hitam pada separuh ekor, dan lingkaran mata merah. Iris coklat, keliling mata yang gundul merah, paruh hijau-pucat dengan pangkal merah, kaki merah.
Columba argentina tersebar di Sumatera, Indonesia (seperti Simeulue, Mentawi Kepulauan, Riau dan kepulauan Lingga), dan lepas pantai barat Sarawak, Malaysia dan Kalimantan, Indonesia (misalnya Karimata dan Kepulauan Natuna, termasuk Burong). Ada juga catatan sementara dari Pulau Talang Talang Besar di Kepulauan Talang dari Kalimantan barat satu burung yang terlihat pada tahun 2001 . Argentina Columba ini mendiami mangrove, hutan dan kebun kelapa di dataran rendah dan bukit-bukit pulau lepas pantai, kadang-kadang bisa ditemukan di habitat yang sama di bawah 100 m di daratan Sumatra dan Kalimantan (Djuhanda, 1983).
3.1.4 Treron vernans (Linnaeus, 1771)
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Aves
Ordo : Columbiformes
Family : Columbidae
Genus : Treron
Spesies : Treron vernans (Linnaeus, 1771)
Vern name : Punai gading atau merpati hutan perak
Ciri yang teramati dari Treron vernans adalah memiliki panjang total (PT) 186 mm, panjang paruh (PP) 18 mm, panjang sayap (PS) 133 mm, diameter tarsus (DT) 5,3 mm, panjang ekor (PE) 88 mm.
Ciri-ciri tersebut sesuai dengan pendapat Anwar (1984) bahwa Treron vernans merupakan burung yang kecil berukuran sedang 25cm yang berwarna hijau, dengan bagian ventral berwarna kuning. Burung ini memiliki bentuk morfologi yang berbeda antara jantan dan betina dalam satu individu (dimorfisme sexual), dimana Treron vernans jantan memilki kepala yang berwarna abu-abu dan dagu yang berwarna pink. Perut burung ini berwarna hijau dengan sayap yang gelap corak yellow. Sedangkan Treron vernans betina memiliki warna kepala yang sama dengan tubuh yaitu hijau, dengan kaki yang berwarna merah.
Seperti Merpati Hijau lainnya, Treron vernans adalah arboreal dan jarang datang tanah kecuali untuk minum, meskipun mereka mungkin camilan buah dari semak-semak rendah. Treron vernans ditemukan umumnya di luar hutan primer. Mereka lebih menyukai habitat dengan pohon-pohon yang memberikan buah-buahan serta aman bertengger termasuk bakau, semak belukar, hutan sekunder, pinggir hutan. Merpati cenderung bertengger bersama dan membuat sarang sendiri serta tidak dalam koloni besar (Priyono, 1991).
Treron vernans tidak memiliki kelenjar minyak yang digunakan untuk tahan air bulu mereka. Sebaliknya, mereka memiliki bulu khusus yang tersebar di seluruh tubuh mereka yang hancur untuk menghasilkan serbuk yang membersihkan dan meminyaki bulu-bulu. Sarang Treron vernans adalah platform tipis ranting. Sekitar 15-20 cm, dan terkadang sangat tipis sehingga isi dapat dilihat dari bawah. jantan mengumpulkan bahan nesting dan melewati ini ke perempuan untuk berkumpul. sarang sendiri, lebih memilih tempat di dekat ruang terbuka, di semak-semak serendah 2 m dari tanah dan sampai 10m tinggi di pohon-pohon dan telapak tangan. Treron vernans tersebar peninsula, Borneo, Filipina, Sulawesi, Sumatra dan Bali. Burung ini disebut sebagai burung punai leher merah (MacKinnon, 1991).
3.1.5 Chalcophaps indica
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Aves
Ordo : Columbiformes
Family : Columbidae
Genus : Chalcophaps
Spesies : Chalcophaps indica
Vern name : Delimukan
Ciri yang teramati dari Chalcophaps indica adalah memiliki panjang total (PT) 164 mm, panjang paruh (PP) 13,3 mm, panjang sayap (PS) 137,4 mm, diameter tarsus (DT) 3 mm, panjang ekor (PE) 76 mm, panjang tarsus (PR) 20,9 mm, panjang kepala (PK) 23,9 mm, panjang badan (PB) 93,3 mm.
Ciri-ciri tersebut sesuai dengan pendapat Djuhanda (1983) bahwa Chalcolphaps indica adalah seekor merpati dengan panjang tubuh 23-28 cm. Chalcolphaps indica jantan memiliki dahi, alis dan bahu berwarna putih. Mahkota dan tengkur kelabu serta kaki berwarna merah. Sedangkan Chalcolphaps indica betina memiliki dahi dan alis kelabu, mahkota coklat, patch bahu putih tidak ada atau tidak jelas. Dalam penerbangan, green sayap dan mantel sangat kontras dengan hamster kemerahan; dua batang hitam dan putih yang berbeda pada punggung bawah.
Chalcolphaps indica biasanya hijauan di lapangan, terutama di bawah pohon depan keluar. Terkadang, mereka dengan hati-hati usaha ke padang rumput terbuka untuk hijauan, tapi akan berlari kembali ke semak pada sedikit pun bahaya. Mereka terbang rendah dan cepat, melesat dalam dan di antara pohon-pohon dan semak-semak. Chalcolphaps indica tersebar di hutan hujan sub tropis, hutan primer dan hutan sekunder dari India hingga Australia. Burung ini biasanya sering bernyanyi dan dapat terbang dengan sangat cepat dan rendah. Chalcolphaps indica merupakan pemakan biji dan serangga. Telur berwarna krem dan pipih, biasanya bertelur pada bulan Mei hingga September (Priyono, 1991).
3.1.6 Copsychus malabaricus (Scopoli, 1788)
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Aves
Ordo : Columbiformes
Family : Columbidae
Genus : Chalcophaps
Spesies : Copsychus malabaricus (Scopoli, 1788)
Vern name : Murai kampung
Ciri yang teramati dari Copsychus malabaricus adalah memiliki panjang total (PT) 285 mm, panjang paruh (PP) 17 mm, panjang sayap (PS) 82 mm, diameter tarsus (DT) 5 mm, panjang ekor (PE) 162 mm. iris berwarna kehitaman, umur dewasa, paruh berwarna krem, tipe paruh set, tipe kaki jalak, tipe bulu ekor rounded, warna sayap hitam, warna kepala coklat, tarsus berwarna krem.
Ciri-ciri tersebut sesuai dengan pendapat Anwar (1984) bahwa Copsychus malabaricus memiliki ukuran sekitar 14-29 cm. Copsychus malabaricus jantan dibedakan dengan betina dari kicauan yang lebih aktif dan ekor lebih panjang. Jantan tidak bisa menoleransi adanya jantan lain di sekitar wilayahnya. Sementara betina sulit menerima jantan yang tidak dikenal. Biasanya penangkaran dilakukan dengan mengawinkan pasangan dari satu induk (incest). Copsychus malabaricus memiliki tubuh hampir seluruhnya hitam, kecuali bagian bawah badan berwarna merah cerah hingga jingga kusam. Terdapat sedikit semburat biru di bagian kepala. Ekor panjang ditegakkan dalam keadaan terkejut atau berkicau.
Copsychus malabaricus dari Tanjung Redep, Kalimantan Timur menpunyai keunikan di bagian kepalanya yang bergaris putih memanjang ke belakang. Murai Kalimantan memiliki ekor lebih pendek dengan panjang sekitar 8-12 cm, sementara Murai Batu Sumatra 15-20 cm . Ciri khas lainnya adalah Murai Batu Kalimantan apabila berhadapan dengan jenisnya akan mengelembungkan bulu-bulu disekitar dadanya sambil berkicau. Copsychus malabaricus merupakan burung kicau paling populer. Termasuk ke dalam family Turdidae. Tersebar di seluruh pulau Sumatra, Semenanjung Malaysia, dan sebagian pulau Jawa (MacKinnon, 1991).
3.1.7 Copsychus saularis (Linnaeus, 1758)
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Aves
Ordo : Columbiformes
Family : Columbidae
Genus : Chalcophaps
Spesies : Copsychus saularis (Linnaeus, 1758)
Vern name : Murai kampung
Ciri yang teramati dari Copsychus saularis adalah memiliki panjang total (PT) 285 mm, panjang paruh (PP) 17 mm, panjang sayap (PS) 82 mm, diameter tarsus (DT) 4 mm, panjang ekor (PE) 168 mm, panjang tarsus (PR) 22 mm. tipe paruh golden plover, tipe bulu ekor berbentuk baji, warna sayap hitam putih, warna kepla hitam, punggung hitam, warna tarsus hitam, warna iris hitam, umur anakan,paruh berwana hitam.
Ciri-ciri tersebut sesuai dengan pendapat MacKinnon (1991) bahwa Copsychus saulari memiliki panjang sekitar 28 mm, panjang sayapnya adalah 9 mm. panjang total dari burung ini adalah 116 mm. Tubuh berwarna hitam, putih, dan kepala berwarna hitam. Sayap dan ekor berwarna hitam, namun tunggir dan pada bagian penutup ekor berwarna putih. Iris berwarna coklat dan kaki berwarna abu-abu kecoklatan. bahwa Copsychus saulari jantan dewasa mempunyai warna bulu bagian kepala dan atas berwarna hitam mengkilat, sementara pada sebagian sayap mulai dari bahu sampai ujung sayap sebagian berwarna putih. Untuk jenis poci/sekoci pada bagian bawah dada sampai ke ujung ekor bagian bawah bewarna putih, sedangkan untuk yang jenis jawa timur berwarna hitam. Copsychus saulari betina didominasi warna abu-abu cenderung kusam. Sedangkan pada burung jantan muda warna bulu pada bagian atas dan kepala masih terdapat warna coklat. Burung ini merupakan burung pengicau dengan suara yang merdu.
Copsychus saularis terdapat di India, China, Sumatra, Jawa dan Bali. Murai batu memakan serangga, semut dan biji. Habitat dari Copsychus saularis ini adalah daerah hutan terbuka, kebun dekat pemukiman penduduk. Copsychus saularis lebih menyukai area terbuka di pinggiran hutan dibandingkan dengan di dalam hutan yang lebat. Meskipun menyukai daerah terbuka, namun belum pernah ada keterangan yang menyebutkan mereka juga hidup di daerah dekat laut/pantai (Djuhanda, 1983).
3.1.8 Criniger breast
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Aves
Ordo : Passeriformes
Family : Pycnonotidae
Genus : Criniger
Spesies : Criniger breast
Vern name :
Ciri yang teramati dari Criniger breast adalah memiliki panjang total (PT) 185 mm, panjang sayap (PS) 92 mm, panjang ekor (PE) 65 mm, panjang paruh (PP) 21 mm, panjang tarsus (PR) 36 mm, panjang cakar (PC) 0,8 mm. Criniger breast memiliki iris mata berwarna coklat kehitaman, kelamin betina, warna paruh hitam, tarsus berwrna coklat, tipe paruh golden plover, tipe kaki jalak, tipe bulu ekor rounded, sayap berwarna coklat mengkilap, kepala berwarna coklat kehitaman, punya empulur didagunya.
Ciri-ciri tersebut sesuai dengan pendapat Peterson (1964) bahwa Criniger breast memiliki panjang sekitar 20 cm. Berukuran sedang, berekor pendek. Pada bagian paruh berwarna putih. Warna warni bronzy-hijau mahkota, tengkuk, mantel atas dada. Dark berangan sisa upperparts dengan band kelabu luas di-bulu sayap. Deep buff perut menjadi krem-putih.
Criniger breast merupakan burung penyanyi. Petunjuk Feed di lantai hutan. Pemalu, cenderung lari dari bahaya, biasanya hanya terbang jarak pendek ketika melihat bahaya. Spesies Ini mendiami dataran rendah primer dan sekunder dan hutan dipterocarp transisi di bawah 750 m. Sangat terestrial, menguntungkan daerah datar dengan hanya semak tipis, khususnya di kering, daerah pesisir. Tidak ada bukti gerakan musiman, namun tingkat nomadisme atau perpindahan ketinggian mungkin diantisipasi, mungkin terkait dengan hujan (Maret-Juni), ketika muncul untuk berkembang (Anwar, 1984).
Distribusi dari Criniger breast adalah endemik ke Filipina, di mana diketahui dari Samar, Leyte, Bohol, Dinagat, Mindanao dan Basilan. Ada catatan sejak tahun 1980 itu hanya dicatat dari Rajah Sikatuna Taman Nasional di Bohol, Bislig di Mindanao dan survey baru-baru ini di Gunung Hamiguitan dan Gunung Hilong-hilong di Mindanao1 timur. Ini selalu muncul telah langka di seluruh jangkauan, meskipun bakat untuk penyembunyian diri bisa berarti bahwa hal itu kurang dicatat. Namun demikian, penurunan populasi besar kemungkinan telah terjadi (Priyono, 1991).
3.1.9 Tricholestes criniger
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Aves
Ordo : Passeriformes
Family : Pycnonotidae
Genus : Tricholestes
Spesies : Tricholestes criniger
Vern name :
Ciri yang teramati dari Tricholestes criniger adalah memiliki panjang total (PT) 120 mm, panjang paruh (PP) 13 mm, panjang sayap (PS) 80 mm, panjang tarsus (PR) 10 mm, panjnag ekor (PE) 65 mm. Tricholestes criniger memiliki warna tubuh coklat dengan lurik dada.. Iris berwarna coklat, paruh dan kaki berwarna hitam
Ciri-ciri tersebut sesuai dengan pendapat MacKinnon (1991) bahwa Tricholestes criniger memiliki dada berwarna kuning dan memiliki lurik yang berwarna coklat. Iris coklat dan kaki berwarna hitam
Tricholestes criniger adalah spesies burung penyanyi dalam keluarga Pycnonotidae. Tricholestes criniger merupakan spesies tunggal dalam genus Tricholestes. Tricholestes criniger ditemukan di Brunei, Indonesia , Malaysia, Myanmar, dan Thailand. Habitat alami adalah tropis lembab subtropis atau hutan dataran rendah (Peterson, 1964).
3.1.10 Saxicola caprata
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Aves
Ordo : Passeriformes
Family : Turdidae
Genus : Saxicola
Spesies : Saxicola caprata
Vern name : Deru belang
Ciri yang teramati dari Saxicola caprata adalah memiliki panjang total (PT) 120 mm, panjang paruh (PP) 12 mm, panjang sayap (PS) 70 mm, panjang ekor (PE) 56 mm, panjang tarsus (PR) 17 mm, panjang cakar (PC) 6 mm. Saxicola caprata memiliki sayap berwarna chitm putih, tipe paruh golden plover, tipe kaki jalak, tipe bulu ekor rounded, warna kepala hitam, warna paruh hitam, tarsus berwarn hitam, perut berwarna putih, iris berwarna hitam
Ciri-ciri tersebut sesuai dengan pendapat Djuhanda (1983) bahwa Saxicola caprata memiliki panjang tubuh sekitar Saxicola caprata 11-13.5 cm, dengan 13-17 g, dan panjang sayap 7-23 cm. Saxicola caprata jantan memiliki warna tubuh hitam kecuali pantat yang putih, patch sayap dan perut lebih rendah. iris adalah coklat gelap, tagihan dan kaki hitam. Sedangkan pada Saxicola caprata betina berwarna muda kecoklatan yang berbintik-bintik.
Saxicola caprata sering ditemukan di benua lintang menengah ke bawah, di dataran dan bukit-bukit, tapi gunung-gunung menghindari dan juga hutan dan padang rumput, lebih suka menggosok rendah, sering di bukit berbatu, basah dengan tempat semak dekat reedbeds dan rumput kasar, terutama di samping sungai, kanal dan kolam, dan di mana asam rumpun, willow, dan budidaya rumput wite alternatif atau semicultivation dan padang rumput basah, khususnya yang dekat air (Priyono, 1991).
3.1.11 Culicicapa ceylonensis
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Aves
Ordo : Passeriformes
Family : Muscicapidae
Genus : Culicicapa
Spesies : Culicicapa ceylonensis
Vern name : Sikatan kepala abu
Ciri yang teramati dari Culicicapa ceylonensis adalah bahwa memiliki panjang total (PT) 122 mm, panjang paruh (PP) 12 mm, panjang sayap (PS) 56 mm, panjang ekor (PE) 44 mm, panjang tarsus (PR) 21 mm, panjang cakar (PC) 6 mm. Culicicapa ceylonensis memiliki sayap berwarna coklat pekat kekuningan, tipe paruh golden plover, tipe kaki jalak, tipe bulu ekor rounded, warna kepala coklat pekat, warna paruh hitam, tarsus berwarna coklat mud, iris berwarna hitam.
Ciri-ciri tersebut sesuai dengan pendapat Peterson (1964) bahwa Culicicapa ceylonensis berukuran kecil dan berwarna kuning dan abu-abu. Perut dan pada bagian bawah ekor berwarna kuning, namun kepala berwarna abu-abu. Iris berwarna coklat dan kaki berwarna kuning kecoklatan.
Culicicapa ceylonensis terdapat di India, China dan Asia. Burung ini merupakan burung yang aktif, karena selalu terbang dari cabang ke cabang pohon lainnya. Perkawinan biasanya terjadi pada bulan Juli. Culicicapa ceylonensis membangun sarang pada birai batu atau di batang pohon, dan dengan tiga atau empat telur (Djuhanda, 1983).
3.1.12 Stachyris erythroptera
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Aves
Ordo : Passeriformes
Family : Timaliidae
Genus : Stachyris
Spesies : Stachyris erythroptera
Vern name :
Ciri yang teramati dari Stachyris erythroptera adalah memiliki panjang total (PT) 120 mm, panjang paruh (PP) 25 mm, panjang sayap (PS) 100 mm, panjang tarsus (PR) 30 mm. Stachyris erythroptera memiliki warna tubuh hijau dan kuning.. Iris berwarna coklat, paruh dan kaki berrna hitam.
Ciri-ciri tersebut sesuai dengan pendapat Radiopoetro (1996) bahwa Stachyris erythroptera memiliki panjang total sekitar 12 - 13.5 cm Jenis ini berukuran sedang dan mempunyai tubuh yang berwarna gelap, dengan sayap coklat dan kepala abu-abu. Perut berwarna kuning, paruh dan kaki brwarna coklat. Pada lingkar mata ada bagian yang berwarna biru dan pada kaki 3 jari menghadap ke depan dan 1 jari menghadap ke belakang.
Stachyris erythroptera tersebar dari selatan ekstrim Burma dan Thailand ke Semenanjung Malaysia , Sumatera dan Kalimantan. Habitat di hutan primer dan hutan sekunder hijau tua.. Juga di hutan ditebang secara selektif, rem bambu, n dataran tinggi atau perkebunan pohon. Dengan ketinggian 800 m di Thailand , 1220 m in Borneo dan Kalimantan (Anwar, 1984).
3.1.13 Parrus major (Linnaeus, 1758)
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Aves
Ordo : Passeriformes
Family : Paridae
Genus : Parrus
Spesies : Parrus major (Linnaeus, 1758)
Vern name : Great Tid
Ciri yang teramati dari Parrus major adalah memiliki panjang total (PT) 75,3 mm, panjang paruh (PP) 28 mm, panjang sayap (PS) 65,8 mm, panjang tarsus (PR) 61,1 mm, Parrus major memiliki warna tubuh hitam, abu-abu dan putih. Tipe paruh seed cracking, iris berwarna coklat
Ciri-ciri tersebut sesuai dengan pendapat Djuhanda (1983) bahwa Parrus major memiliki panjang total sekitar 7,5 cm panjang dan berat antara 0,5 – 0,8 gr. Memiliki mahkota, tengkuk dan tenggorokan berwarna hitam.. Dada dan perut berwarna kuning dengan garis hitam bawah pusat. Ada bar sayap putih-abu-abu di sayap biru. kembali adalah kekuningan-hijau dan pantat berwarna biru-abu-abu. Kaki berwarna abu-abu-biru dan tagihan hitam. Jenis kelamin bisa dikatakan terpisah oleh lebar garis hitam bawah payudara - jantan memiliki garis lebih luas dari pada betina. Parrus major muda pucat dan kusam dengan pipi kekuningan dan bar sayap.
Parrus major makan serangga, seperti ulat dan laba-laba, bibit, seperti tiang beech, dan berries. Di kebun Parrus major akan makan dari tergantung feeders mengandung kacang-kacangan dan biji-bijian, seperti bunga matahari hati, atau pada sisa dapur dari tabel burung. Parrus major akan bersarang di dalam lubang di pohon atau dinding, atau di antara ranting-ranting dari sarang tua. sarang adalah cangkir terbuat dari lumut, rumput dan bawah, dan dilapisi dengan rambut, tanaman bawah dan bulu. Sarang kotak yang sering digunakan. Telur Parrus major yang terbesar dari Inggris tits di 18 mm 14 mm; mereka halus dan mengkilap, dan putih dengan bintik-bintik merah keunguan. betina incubates telur sendiri.. Setelah menetas muda, mereka diberi makan oleh kedua orang tua (Anwar, 1984).
Parrus major tersebar mulai di Eurasia dan masuk ke Asia Tenggara dan Cina utara. Spesies ini pada umumnya dianggap paling luas penyebaran semua titmice dan chickadees. Parrus major hidup jenis hutan yang berbeda, tetapi lebih memilih untuk tinggal di dataran rendah, berdaun-daun hutan yang luas, khususnya mereka yang banyak pertumbuhan semak.. Parrus major juga ditemukan di daerah berhutan terbuka dan semi-terbuka, termasuk kebun, taman, dan kuburan (Djuhanda, 1982).
3.1.14 Centopus rectunguis
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Aves
Ordo : Cuculiformes
Family : Cuculidae
Genus : Centropus
Spesies : Centopus rectunguis
Vern name : Bubut teragap
Ciri yang teramati dari Centopus rectunguis adalah memiliki panjang total (PT) 285 mm, panjang paruh (PP) 170 mm, panjang sayap (PS) 220 mm, panjang tarsus (PR) 80 mm. Centopus rectunguis warna tubuh hitam dan coklat kemerahan. Iris berwarnamerah, paruh dan kaki berwarna hitam.
Ciri-ciri tersebut sesuai dengan pendapat Peterson (1964) bahwa Centopus rectunguis memiliki tubuh yang besar dengan panjang total sekitar 28 cm berwarna hitam. Sayap coklat tua. Perbedaannya dengan Bubut besar adalah ekor lebih pendek, kilapan lebih biru pada kepala, dada, dan mantel, dan pada suara. Iris merah, paruh dan kaki hitam.
Penyebaran Centopus rectunguis secara global dapat ditemukan di Semenanjung Malaysia, Sumatra dan Kalimantan. Jarang ditemukan karena populasinya sangat terpecah-pecah, tetapi mungkin saja terlihat dan diidentifikasi sebagai Bubut besar, (kadang-kadang memang tinggal bersama). Tercatat sampai ketinggian 1.700 m di Dataran Tinggi Padang. Menyukai semak pantai, rerumputan hutan primer dan hutan sekunder. Deskripsi Suara empat sampai lima nada: "bup" yang menggema dengan tempo menurun. Suara seperti Bubut besar, tetapi lebih lambat dan lebih serak, menggema dan sangat cepat temponya pada dini hari (Anwar, 1984).
3.1.15 Gallus gallus domesticus
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Aves
Ordo : Galliformes
Family : Phasianidae
Genus : Gallus
Spesies : Gallus gallus domesticus
Vern name : Ayam
Ciri yang teramati dari Gallus gallus domesticus adalah memiliki panjang total (PT) 285 mm, panjang paruh (PP) 30 mm, panjang sayap (PS) 155 mm, panjang ekor (PE) 15 mm, panjang tarsus (PR) 40 mm dan warna ekor putih
Ciri-ciri tersebut sesuai dengan pendapat Djuhanda (1983) bahwa Gallus gallus domesticus menunjukkan perbedaan morfologi di antara kedua tipe kelamin (dimorfisme seksual). Ayam jantan (jago, rooster) lebih atraktif, berukuran lebih besar, memiliki jalu panjang, berjengger lebih besar, dan bulu ekornya panjang menjuntai. Ayam betina (babon, hen) relatif kecil, berukuran kecil, jalu pendek atau nyaris tidak kelihatan, berjengger kecil, dan bulu ekor pendek. Sebagai hewan peliharaan, ayam mampu mengikuti ke mana manusia membawanya. Hewan ini sangat adaptif dan dapat dikatakan bisa hidup di sembarang tempat, asalkan tersedia makanan baginya. Karena kebanyakan ayam peliharaan sudah kehilangan kemampuan terbang yang baik, mereka lebih banyak menghabiskan waktu di tanah atau kadang-kadang di pohon. Ayam berukuran kecil kadang-kadang dimangsa oleh unggas pemangsa, seperti elang
Ayam dipercaya para ahli berasal dari domestikasi ayam hutan merah (ayam bangkiwa, Gallus gallus) yang hidup di India. Namun demikian, pengujian molekular menunjukkan kemungkinan sumbangan plasma nutfah dari G. sonneratii, karena ayam hutan merah tidak memiliki sifat kulit warna kuning yang menjadi salah satu ciri ayam peliharaan (MacKinnon, 1991).
3.2 Kunci Determinasi
1. a. Bisa terbang...........................................................................................................2
b. Tidak bisa terbang......................................................................Gallus domesticus
2. a. Punya paruh yang kuat...........................................................Centropus rectunguis
b. Tidak punya paruh yang kuat................................................................................3
3. a. Punya cerrae...........................................................................................................4
b. Tidak punya cerrae.................................................................................................6
4. a. Monomorfisme seksual.............................................................Columba argentina
b. Dimorfisme seksual................................................................................................5
5. a. Kepala betina berwarna hijau.......................................................... Treron vernans
b. Kepala betina berwarna coklat................................................ Chalcophaps indica
6. a. 2 jari menghadap kedepan dan 2 kebelakang................Melanopsittacus undulatus
b. 3 jari menghadap kedepan dan 1 kebelakang.........................................................7
7. a. Dagu punya jenggot..........................................................................Criniger bress
b. Tidak punya jenggot...............................................................................................8
8. a. Lingkar mata berwarna biru...................................................Stachyris erytroptera
b. Lingkar mata tidak berwarna biru..........................................................................9
9. a. Ada lurik pada dada................................................................Tricholestes criniger
b. Tidak ada lurik pada dada.....................................................................................10
10. a. Perut berwarna kuning......................................................Culicicapa ceylonensis
b. Perut berwarna putih..........................................................................................11
11. a. Sayap punya lurik...............................................................................Parus major
b. Sayap tidak punya lurik.....................................................................................12
12. a. Warna punggung coklat..............................................................Passer montanus
b. Warna punggung hitam.......................................................................................13
13. a. Burung pengicau.................................................................................................14
b. Burung bukan pengicau..............................................................Saxicola caprata
14. a. Ekor panjang......................................................................Copsycus malabaricus
b. Ekor pendek..............................................................................Copsycus saularis
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Passer montanus (burung gereja) memiliki kepala bagian atasnya berwarna coklat kemerahan-dan ada bib hitam di bawah tagihan. Cheeks are white and the chest is grey, the wings are black and brown with a white wing bar. Pipi yang putih dan dada abu-abu, sayap berwarna hitam dan coklat dengan sayap bar putih
2. Melopsittacus undulatus (burung parkit) memiliki dahi kuning, kepala bergaris-garis kuning dan hitam dengan tanda ungu dan hitam di pipi, tagihan yang menunjuk ujung atas rahang bawah memanjang atas bawah rahang bawah, dan tenggorokan kuning.
  1. Culicicapa ceylonensis (sikatan kepala kelabu) berukuran kecil dan berwarna kuning dan abu-abu.
  2. Saxicola caprata mempunyai nama lain yaitu Kucica batu dengan tubuh yang kecil dan berwarna hitam dan putih dan merupakan hewan yang dimorfisme sexual.
  3. Copsychus malabaricus memiliki tubuh berukuran lebih besar dengan ekor yang lebih panjang dari Copsychus saularis.
  4. Copsychus saularis memiliki tubuh yang berwarna hitam dan putih dengan ekor yang lebih pendek dari Copsychus malabaricus.
  5. Parus major disebut juga dengan gelatik batu yang berukuran kecil dan berwarna hitam, abu-abu dan putih.
  6. Chalcophaps indica memiliki ukuran yang sedang dan sayap berwarna hijau dengan corak hijau kecoklatan pada bagian depan.
  7. Treron vernans merupakan burung yang kecil yang berwarna hijau, dengan bagian ventral berwarna kuning.
  8. Gallus domesticus sudah kehilangan kemampuan terbang yang baik, mereka lebih banyak menghabiskan waktu di tanah.
  9. Criniger bress memiliki perut yang berwarna kuning, paru berwarna hitam, kepala abu-abu keunguan dan iris coklat.
  10. Columba argentina memiliki cerra yang berfungsi untuk menutup hidung saat minum.
  11. Tricholestes criniger memilikiwarna tubuh coklat dengan lurik pada dada.
  12. Stachyris erythroptera memiliki warna tubuh hijau dan kuning.
15. Centropus rectunguis memiliki warna tubuh hitam dan sayap coklat tua
4.2 Saran
Dalam melaksanakan praktikum kali ini diharapkan kepada praktikan untuk lebih teliti dan cermat dalam pemilihan objek. Dalam melakukan pengukuran juga harus lebih teliti agar hasil yang didapatkan lebih akurat serta dalam pelaksanaan praktikum ini sebaiknya pratikan didampingi oleh asisten.



DAFTAR PUSTAKA
Anonymous, 2010a. Passer montanus. http://www.asianbird.org/htm/species. 27 April 2010
Anonymous, 2010b. Aves .http://www.wordpress.com. 27 April 2010.
Anonymous, 2010c. Melopsittacus undulatus.http://www.eol.org/pages/211444.27April 2010
Anwar, I. S. J. Damanik N. Hisyam, A. J. Whitten. 1984. Ekologi Ekosistem Sumatera. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Brotowidjoyo.1989. Zoologi Dasar. Erlangga: Jakarta
Djuhanda, T. 1983. Anatomi dari Empat Spesies Hewan Vertebrata. Amico. Bandung
Djuhanda, T. 1982. Pengantar Anatomi Pebandingan Vertebrata I. CV. Armico: Bandung.
Jafnir. 1985. Pengantar Anatomi Hewan Vertebrata. Universitas Andalas : Padang.
Jasin, M. 1992. Zoologi Vertebrata Untuk Perguruan Tinggi. Sinar Jaya: Surabaya
Kimball, J. W. 1983. Biologi. Jilid III. Erlangga : Jakarta.
MacKinnon, J. 1991. Panduan Lapangan Pengenalan Burung-burung di Jawa dan Bali. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Peterson, R. T. 1964. In The Field Modern Audombon; What Birds is That? In Sangrani Garden Birds of National Geographic and Reptils. Washington
Priyono, S. M. and Subiandono. 1991. Identification of Live Mammals, Live Birds and Reptiles In Procording The Cities Plants and Animals Seminar for Asia and Oceania Region. PHPA. Jakarta
Radiopoetro. 1996. Zoologi. Erlangga : Jakarta.
Tim Taksonomi Hewan Vertebrata.2010. Taksonomi Hewan Vertebrata. Universitas Andalas: Padang
Yatim, W. 1985. Biologi jilid II. Tarsito: Bandung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar